Selasa, 19 Mei 2009

Ternyata ada tempat seperti ini

Cerita selanjut dimulai pada saat praktek lapangan. Kini tidak lagi berdiri di depan kelas kecil yang isinya teman-teman dan dosen tapi benar-benar anak-anak berseragam itu.

Perjalanan tidaklah selalu menyenangkan dan sperti yang kita mau. Terkadang kita harus melewati jalan berduri dan berbatu untuk sampai tujuan. Kita yang awalnya ditempatkan di sekolah negeri dan bagus; tiba-tiba di pindah ke sekolah yang aku sendiri tidak pernah tahu, sekolah ini pernah ada dan entah ada dimana. Apa hendak dikata kita harus mengikuti instruksi. Hari pertama, aku tidak hadir karena mengikuti kuliah. Aku baru datang ke sekolah itu pada hari kedua.

Great...aku terpesona pada pandangan pertama. Okay, let me explain you about the school.
Sekolah ini hanya mempunyai 4 ruangan. Hanya 2 ruangan yang layak disebut dengan ruangan kelas. 1 ruang kelas lagi adalah ruang kelas 3. Lantainya tanah sebagian, pasir sebagian, semen sebagian. Atap dan dindingnya bolong-bolong dimakan usia. Kalau hujan maka akan meneyes dari mana saja airnya. Gempa dalam 2 skala richter saja pasti runtuh ini bangunan. Aku selalu was-was kalau mengajar di kelas ini. Ruang ke 4 adl ruang guru. Ruang guru tidaklah jauh berbeda namun cukuplah bagus. Adakah perpustakaannya. Jangan bermimpi. Mereka hanya punya beberapa puluh buku pelajaran. Hanya itu saja.

Guru yang mengajar????
Guru freelancer dari sekolah lain. Guru tetap hanya beberapa orang. That's all. Kepala sekolah pun bukan orang dari pendidikan. Entahlah bagaimana bisa demikian.

Muridnya???
Muridnya untuk semua kelas hanya ada 36 orang kalau tidak salah. Kelas 1 ada 6 orang. Kelas 2 ada 18 orang dan kelas 3 ga jelas ada berapa orang.
Setiap hari murid yang hadir di dalam kelas selalu berbeda. Entahlah...bagaimana mereka melakukannya. Yang pasti setiap hari tidak akan ada kelas besar. Maksimal dalam 1 kelas hanya ada 8 orang untuk kelas 2. Sementara kelas 1, hampir setiap hari hanya 3 orang dan sisanya hanya keberuntungan yang membuatnya penuh dengan 6 orang. Kelas 3 lebih parah lagi, kadang siswanya ada dan dilain hari lagi tidak seorangpun yang hadir disana.

Hati siapa yang tidak perih melihat keadaan ini. Hatiku mencelos menyadari kenyataan dihadapanku. Di kota saja ada sekolah yang seperti ini. Lalu apa yang terjadi dengan praktekku???
Aku berusaha keras untuk menyesuaikan diri dengan keadaan ini. Aku belajar dari nol untuk bisa menjadi guru yang baik untuk anak-anak ini.
Cerita ini belum usai. Bagian ini baru saja dimulai.

Epilog

Cerita ini dimulai sejak beberapa tahun yang lalu. Mungkin semua orang sudah memiliki future plan untuk hidupnya. Akan tetapi berbeda denganku. Menjadi seorang guru tidak termasuk dalam future planku kala masih pake seragam sekolah tapi ternyata yang aku pilih adalah dunia pendidikan. Tidak kusesali apa yang telah aku pilih. Thanx God untuk perjalanan ini.

Pertama kali berperan menjadi guru saat PPL 1. Berdiri di depan kelas yang muridnya adalah dosen dan teman-teman kuliah. Rasanya tidak perlu ditanyakan. Pegalaman pertama yang mendebarkan. Saking gugupnya, aku sampai lupa menggunakan bahasa Indonesia. Hahahahhaha...tidak karena hebat tapi karena seharusnya dalam kelas reguler tidaklah mungkin menggunakan English sepanjang pelajaran. Ternyata menjadi seorang guru tidaklah semudah tampak luarnya. Begitu banyak hal yang harus di pahami dan dipelajari hingga kita bisa berdiri tegak di depan anak-anak itu dan berbagi apa yang kita miliki.

Perjalanan sesungguhnya masih panjang di depan dan entah dimana penghujung cerita ini.