Senin, 27 Juli 2009

Episode 3

Pengunduran diriku, aku utarakan secara lisan pada kepala sekolah dan ketua yayasan dan disaksikan beberapa staf guru. Mereka pun tetap pada keputusan tdk menerima pengunduran diriku. Mereka lebih siap mengeluarkan anak itu daripada menerima pengunduran diriku karena sesungguhnya bukan aku yg membuat skandal. Aku tidak mau masalah ini sampai membuat anak ini di drop out. Aku pun meminta waktu untuk bicara kembali dengannya. Mereka pun memfasilitasi pertemuan itu karena anak ini tidak lagi mau menemuiku hanya untuk mendengar penolakanku.

Ruang guru cukup sepi karena memang jam pelajaran tengah berlangsung. Hanya ada beberapa guru yang ada. Pembicaraan kami cukup panas karena ia sama sekali tidak mau menerima alasanku. Aku tahu ia pembicaraan ini berakhir dengan sia-sia. Yang tidak aku tahu adalah akhir dari pembicaraan ini seperti apa. Ia berdiri dan menggebrak mejaku,menatapku tajam seraya berkata; “Ibu tidak mengerti perasaanku”. Ia pun berlalu meninggalkanku dengan perasaan yg kacau balau dan syok. Tidak pernah seorangpun melakukan hal itu padaku sebelumnya. Mejaku digebrak dgn kemarahan, kepedihan,putus asa,merasa tdk dimengerti yang bersatu padu.
Tak pernah terpikir olehku kalau seorang muridku akan melakukan hal ini padaku. Seorang murid sma kelas 1 yg baru berumur 15 tahun,menggebrak mejaku seakan-akan aku telah melakukan sebuah kesalahan fatal. Aku mencoba menahan airmataku dan tidak menangis. Menahan segala rasa yg bergolak dihatiku. Aku tidak berkata apa-apa. Aku bungkam karena jika satu kata saja terucap maka tangisku akan meledak. Guru yg menyaksikan kejadian itu pun bungkam. Ia hanya menatapku iba. Mungkin ia pun tak tahu hendak berkata apa dan sama syoknya dgnku atas apa yg baru saja berlaku.
Emosi dan kesiapan mentalku sungguh diuji kali ini. Pendalian diri dan pemahaman akan perasaannya dan berempati padanya. Mengajariku untuk tidak membenci dan menyerang balik atas apa yg ia lakukan padaku.

Setelah hari itu, ia mendapat surat peringatan keras dan harus mematuhi aturan jika tidak maka akan di drop out. Aku kembali menata hatiku yang sempat tergoyahkan dan hampir berantakan karena kejadian itu. Ia masuk kembali di kelasku tp hanya sekadar bayangan. Aku tdk mau mempermasalahknannya lagi. Ia masih mengirimiku sms tp bukan lg sms cinta tapi patah hati. Aku bergeming. Aku bungkam dan membiarkannya begitu. Karena ia tidak akan berhenti jika tetap kutanggapi. Perlahan kisah inipun terlewati waktu dan jadi kenangan.

Minggu, 26 Juli 2009

Episode 2

Kisah cinta anak sma itu berlanjut. Usai menyatakan cintanya di ruang guru dan tak memperdulikan penolakkan halusku dengan memintaku memikirkan kembali permintaannya supaya aku mau menjadi kekasihnya. Kegigihannya patut diacungi jempol. Sayang ia salah tempat,waktu dan sasaran. Ia selalu hadir dikelasku dan menjadi proaktif. Dengan pandangan mata penuh cinta dan menggoda ala anak sma(sayangnya aku tidak tergoda,maaf ya:p). Terkadang aku merasa ini spt lelucon dr opera sabun. Aku tak hendak menjadi drama queen yg membuat sgalanya makin runyam. Gosip dilingkungan sekolah menyebar dgn segera. Aku seperti selebriti yg disorot atas skandal yg lakukan orang lain. Duniaku tiba-tiba menjadi begitu riuh. Aku menjaga sikap dan emosiku agar tetap stabil dan tidak terjebak pada kegilaan itu. Guru yg lain suka menggodaku karena dalam waktu 2 minggu saja sudah memiliki fan yang tergila-gila sampai nekat seperti itu. Aku tdk bangga tapi aku malu sekali. Sungguh-sungguh malu atas apa yg terjadi padaku.
Kebungkaman
kami atas apa yang dilakukannya semakin membuatnya merasa diatas angin. Ia melakukan banyak cara u/ mendapatkan simpati dariku. Sms penuh kata cinta. Akupun mencoba bicara padanya melalui media ini dan hasilnya tetap sia-sia. Ia kembali dipanggil menghadap padaku dan hasilnya tetap nol besar.
Ia tak mau perduli dan tetap pada keinginannya bahwa ia cinta padaku dan hendak menjadikanku kekasihnya. Aku speechless. Tiada kata yang bisa aku ungkapkan untuk menggambarkan rasaku. Aku benar-benar merasa tak mampu melewati ini dan memutuskan u/ mengundurkan diri.

Rabu, 22 Juli 2009

Episode 1

Live must go on. Kehidupan terus berlanjut. Pilihan hidup semakin kompleks. Kuliahku sudah hampir selesai dan tengah menyelesaikan proposal dan sungguh masa yang membosankan karena tanpa kegiatan. Sebuah tawaran kerja, mengajar disalah satu sma swasta aku terima.

Hari pertama detak jantungku seperti genderang yg saling berkejaran tanpa arah. Ini adalah pengalaman pertama mengajar di sma. Sungguh pengalaman yg belum pernah terbayangkan olehku.
Hari itu aku langsung diminta mengajar. Pengalaman pertama yg cukup membuat terpesona atas apa yg ditemui. Kesulitan itu terdeteksi sejak dini. Aku kembali mendapatkan low level,great. Kemudian ditengah pemberian materi aku menemukan sepucuk surat kaleng dari pengagum rahasia tanpa nama yg dibubuhi tanda tangan terselip dibukuku.
Aku membuka buku absensi lalu melihat siapa saja nama mereka yang berinisial W dan memendarkan pandangan ke seisi kelas itu. Aku mulai mendeteksi siapa pelakunya dan entah bagaimana caranya aku menemukan siapa dia. Aku tidak berkata apa pun dan hanya tersenyum. Aku tidak berniat mempermalukannya di dpn kelas. Aku melanjutkan kembali tugasku.

Usai pelajaran aku keluar dari kelas itu tanpa menyinggung sedikitpun tentang surat itu. Saat menuju ke kelas berikutnya, anak yang mengirim surat itu mensejajari langkahku dan meminta maaf. Do you know what? Anak ini adalah anak yg aku pastikan
sebelumnya dan ternyata benar. Ia berjanji padaku tidak lagi melakukannya.

Hari-hari selanjutnya adalah perjuangan. Mencoba untuk bertahan. Kesulitan yg hadapi adalah anak-anak ini kumpulan anak-anak yg tidak diterima disekolah negeri dgn kemampuan akademik yg tak usah dijelaskan. Atitude yang harus diajarkan kembali. Aku belajar mengerti dan memahaminya lalu mencoba memberi perubahan.

Suatu hari yang membuat semua kesiapanku menghadapi itu semua berhamburan,berlarian dan berkejaran hendak pergi.
Hari itu adalah hari Valentine. Hari yang seharusnya awal yang indah ataupun sebuah kelanjutan yang manis tp tidak untukku saat itu. Hari itu adalah awal dari mimpi burukku. Si W penulis surat kaleng itu menyatakan cinta padaku dihari valentine di ruang guru. Ya di ruang guru. Aku tak tau harus berkata apa. Anak-anak dari kelasnya berdesakan mengintip dari jendela. Ia segera berlalu dengan berkata: “Ibu pikirkan dulu jawabannya”. Ia berlalu dari ruangan dengan tersenyum dengan sorakan dari temannya. Duniaku? Aku malu. Baru 2 minggu mengajar sudah membuat gempar.

Minggu, 19 Juli 2009

Kenangan

Hari-hari selama kurang lebih 4 bulang mengajar disini membuatku mengerti banyak hal. Bahwa menjadi seorang guru tidak hanya masuk ke kelas dan memberi materi lalu selesai. Tapi ada byk hal yg memerlukan rasa simpati, empati dan peduli didalamnya.
Anak-anak polos yang harus bekerja demi membantu orang tuanya. Jangan pernah berpikir akan mendapatkan pr yang diberikan akan dikerjakan.

Pernah suatu hari murid yang hadir hanya 3 org. Karena hari hujan dan entah apa lagi alasan yg lainnya tidak hadir. Aku hampir menangis karna merasa tidak mampu membuat seorang anak mengerti materi itu. Aku kehabisan
kata untuk menjelaskan dengan bahasa paling mudah. Materi yg harus diajarkan adalah materi kls 7 tapi buku teori pengajaran yang aku gunakan adalah buku taman kanak-kanak. Yang semestinya tidak menggunakan bahasa daerah untuk mengajar, kali ini digunakan. Jika sebelumnya aku memilih untuk tidak mengajar disekolah yang memiliki murid dengan kepandaian tak terduga. Kemudian berharap seandainya diberi kesempatan untuk mengajari mereka saja. Aku hampir tiba pada titik menyerah. Namun keinginanku membuat mereka bisa, jauh lebih besar daripada merasa tidak mampu. Aku belajar dan belajar menyesuaikan diri dengan keadaan. Aku pun menemukan caraku sendiri untuk menjadi bagian dari mereka.

Setiap ada pertemuan pasti ada perpisahan. Ada awal pasti ada akhir. Begitu juga masa praktek kamipun berakhir dengan banyak kisah didalamnya. Kami masing-masing mendapatkan pelajaran berharga dan nilai-nilai yang tentu tak tergantikan. Terimakasih atas perjalanan dan teman yg menyenangkan.