Senin, 29 Agustus 2011

pelajaran kecil dari anak kecil

Tahun pelajaran baru, murid baru dan lagi aku mendapat kelas 7. Sepertinya aku di spesialisasikan dengan anak-anak baru. Kata mbak Henni, mengajar di kelas 7 itu susah karena anak-anak yang masih bau kencur dan pembelajaran menggunaka bahasa yang harus kita sesuaikan dengan usia mereka dimana kita harus terjun payung mamahami itu semua. Dan itulah kenyataannya. Dan hal paling wajib adalah memahami kebiasaan celetukan mereka. Tahun kemaren celetukanku adalah “wani piro?” ^__^,, karena menyontek adalah hal terlarang jadi ketika mereka meminta jawaban maka kalimat ini yang akan di lontarkan “wani piro?” hanya sekedar ice breaker dan membuat tawa yang tak terganti dengan apa pun untuk bisa mendapatkannya. Menjadi bagian dari keriuhan itu sungguh menyenangkan. Menjadi sumber tawa juga sungguh menyenangkan.
Semester yang lalu aku juga memutuskan untuk mengambil kesempatan untuk mengajar di Golden Christian School. Wooo ini pengalaman lain yang membuatku semakin merasa betapa aku harus belajar untuk menjadi pribadi yang sabar luar biasa dan harus bisa menjadi pribadi yang mempunyai power dimana pada saat mengatakan duduk maka muridmu akan duduk dan aku tidak bisa melakukan itu dengan mudah. Aku tidak bisa menjadi guru yang hanya membelalakan mata dan semuanya diam. Mereka malah menjadi bergelayut manja kepadaku dan yang paling parah adalah bisa saja ada anak yang balik membelalak galak padaku. Aku bukannya marah malah tertawa melihat ulah mereka. Dan yang menjadi kendalanya adalah cara pembelajaran. Aku yang tidak pernah sama sekali terjun ke dunia anak yang berseragam merah putih dan pada level terendah. Kelas satu dan dua. Kini aku ada di level ini. Aku dituntut untuk mengajar dengan perlahan sesuai dengan level itu. Hal yang sangat sulit aku lakukan karena rutinitasku yang ada di dunia putih biru dan ini membuatku terkadang lupa ada di kelas merah putih.
Celetukan mereka membuatmu bisa berpikir bagaimana menjawabnya. Pada suatu hari seorang anak berkata, rambutnya miss Rie bulat-bulat, disetrum ya, miss? What? Disetrum? Aku berpikir keras apa maksudnya dan pada saat itu hanya tersenyum dan mengangguk saja menjawabnya. Dan aku baru saja teringat apa yang dimaksudnya dengan di setrum, oh great. Mereka ini membuatmu mampu berimajinasi dengan liar namun sederhana akan pemikirannya so jangan bermimpi akan mendapatkan sesuatu yang kita pikir hebat dan yang muluk. Namun jangan salah. Dalam kesederhanaan ini aku diajarkan akan banyak hal yang hebat. Aku diingatkan untuk bersikap layaknya anak-anak yang jujur namun memiliki kredibilitas sebagai seorang dewasa yang matang. Ini adalah pelajaran tersulit untuk dilakukan dan dipahami dan pembelajaran ini butuh waktu seumur hidup untuk bisa masuk dan melakukannya dalam kehidupan kita seutuhnya.
Hal paling aneh yang aku lakukan dan reaksi paling lucu yang aku dapatkan adalah dari Yoel. Yoel adalah salah satu anak yang aktif dan memiliki kecerdasan emosi yang patut diperhatikan. Ia mengajariku untuk tetap pada tempatku dan tidak meloncat pada kegilaan pada kenakalan kecil mereka. Aku bukan salah satu nona guru yang suka menghukum muridku. Dan tidak berteriak dengan suara Tarzan. Jika pun aku memberikan hukuman tidak pernah dalam bentuk hukuman fisik.
Namun kali ini Yoel tidak bisa di beri hukuman dengan menulis kalimat yang lebih banyak dari temannya. Aku ingin ia bisa diam dan memperhatikan dengan baik pekerjaannya lalu tidak berkeliaran mengganggu temannya. Aku memintanya berdiri di depan kelas dengan mengangkat kaki plus memegang kedua telinganya. Namun anak ini memang anak yang bebas aktif dalam keadaan apapun. Ia tetap menggoda teman-temannya dan berbicara terlalu banyak. Hingga akhirnya aku berdiri di hadapannya dan menutupnya dari pandangan teman-temannya namun ada saja caranya untuk tetap berkomunikasi dengan temannya. Dan ia tetap bergerak di belakangku. Bergerak. Aku berdiri tentu jauh lebih tinggi menjulang di atasnya. Bukan karena tubuhku yang tinggi namun ini karena bantuan heel.ku^_^ *maklum nona guru kecil* dan ia tepat berdiri menghadap bokongku *hal yang tentunya tidak pernah bermaksud apapun aku lakukan dan tidak pernah terpikirkan akan hal yang tidak semestinya. Hanya sebuah reflek yang aku lakukan untuk berdiri membelakanginya.
Namun seperti kataku sebelumnya, anak ini tidak bisa diam dalam keadaan apapun. Hingga akhirnya celetukan yang terlontar karena rasa jengkelku namun mampu membuatnya diam dan disambut tawa anak-anak yang lainnya. Hahahaha apa yang aku katakan? Aku bilang,” Yoel diam. Jangan gerak-gerak lagi. Kalo ga, kamu miss kentutin.” Grrrrrr.....sekelas itu langsung riuh dan seruan Elkan,” iya miss kentutin aja,biar pingsan” serunya seraya tawanya meledak yang diikuti oleh yang lainnya yang mengiyakan semuanya. Aku mengangguk dengan penuh keisengan untuk membuat keramaian itu semakin menjadi dan apa reaksi Yoel?? Aku melirik ke belakangku dan ia tengah menengadah menatapku. Kepalanya yang kecil di miringkan sedemikian rupa sehingga ia mampu menatapku dengan mata yang penuh permohonan. Dan ia hanya mampu berkata, “miss”. Seakan-akan aku memiliki kemampuan untuk membuat kentut dengan sekali hembusan dan mengentutinya begitu saja hahahahaha. Aku tidak mampu menahan kenakalan kecil yang aku punya. Hmmm, kalo kamu masih goyang-goyang and berisik di belakang miss, nanti miss kentutin kamu. Jangan miss, katanya. Dan masih Elkan berseru, kentutin aja miss,namun ia tekun dengan bukunya sepertinya ia memahami sesuatu. Jika ia melakukan hal yang sama denagn Yoel maka kemungkinan besar untuk berdiri di belakangku dan mendapatkan kentutan bukanlah hal yang aneh wkwkwkwkwkwk. Oh Tuhan. Aku tidak lagi mampu menahan tawaku. Dan hal yang selalu menjadi kelemahanku karena aku akan selalu tersenyum bahkan tertawa jika melihat atau mendengar sesuatu yang lucu ataupun tak biasa even pada saat aku marah. Aku menarik Yoel ke depanku dan membiarkannya berdiri dengan sikap yang santai. Ia sekali lagi menoleh kearahku seakan berterimakasih atas kebaikanku untuk tidak membuang gas di hadapannya. Setelah itu aku tetap membiarkannya berdiri dan mengalungkan tanganku bawah lehernya sehingga ia bisa berdiri dengan diam dan tanpa suara. Dengan suasana yang santai kami membahas sikap yang boleh dan tidak boleh di lakukan di dalam kelas. Dan tidak ada lagi kalimat nanti di kentutin karena memang hal ini tidak pantas dilakukan. Namun tidak bisa diabaikan dan dipungkiri bahwa ini terjadi dengan spontan dan tidak pikir panjang karena memang keisengan yang tidak pantas terjadi disini. So mohon dimaafkan dan jangan ditiru*__^. Cukup hiburan ini aku lakukan sekali dan tidak boleh ada yang lainnya lagi hehehehehe.
Pelajaran lainnya yang diajarkan Yoel padaku adalah ini, jangan membuat dirimu sama nakal dan isengnya dengan anak-anak ini. Seperti kataku tadi bertindak dewasa dalam kedewasaanmu sungguh sulit dilakukan karena jiwa anak-anakmu masih saja mampu membuatmu berlaku tak tahu malu.
***

Jumat, 05 Agustus 2011

Episode pembelajaran tentang pendewasaan

Every day might not be good, but there is something good in every day. Ini adalah kutipan favoritku. Sederhana namun mengandung sejuta makna yang sulit untuk diungkapkan dengan kata-kata. Kehidupan kita berjalan dari waktu ke waktu. Hari demi hari. Minggu berganti. Bulan berlalu. Dan tahun menciptakan perjalanan yang memiliki kisah tersendiri dalam rangkaian cerita kehidupan.
Begitu pula dengan kisah-kisah si nona guru dalam setiap tahunnya berganti dan berjalan dengan keriuhannya sendiri. Bekerja dengan orang-orang yang selalu berganti. Berbeda rupa. Tak sama laku. Tak juga sama pribadi. Terkadang ingin berhenti dan berlari. Menghilang tak kembali. Di lain hari ingin segara kembali dan menemui pengalaman baru yang tak terganti. Hari-hari itu dijalani dengan sejuta senyuman dan beribu kedongkolan yang mengganjal namun terkadang tak menyesakkan. Menyenangkan mungkin. Mungkin. Karena terkadang sulit aku pahami apa yang terasa di hati.
Selama 4 tahun ini, aku selalu di berikan kelas 7. Anak baru. Anak-anak yang baru saja menyelesaikan masa merah putihnya dan memasuki dunia biru putih. Tidak bisa dikatakan mudah untuk masuk ke dunia mereka yang sudah belasan tahun lalu aku lewati. Wajah polos. Pertanyaan yang sederhana namun sulit dijawab dengan menggunakan bahasa sederhana yang mampu mereka pahami. Untuk kali pertama masuk rasanya aku memulai kembali saat pertama PPL. Mengulang berbicara dengan sedikit pelan dan belajar untuk sabar yang dituntut dengan tekanan sedikit di kepala. Mereka bukan anak SMA yang disindir akan mengerti dan paham apa maksudnya. Belajar memilih kata yang menegur namun tidak menggurui. Belajar bercanda dengan ketidakmampuan. Belajar menjadi pribadi yang melihat dari sisi yang berlawanan. Sudut pandang yang tidak hanya dari sisi pribadi kita tapi dari segala arah yang memiliki pusat untuk satu pemahaman sederhana yang sama. Memahami kesulitan dengan tidak memaksakan. Sungguh sebuah pelajaran yang mengajariku betapa hidup berdampingan dengan orang banyak dengan perbedaan usia, pengatahuan, lingkungan, keluarga, financial, dan sebagainya yang disatukan dalam satu ruangan dengan segala macam keinginan. Akan membuatmu mengerti bahwa belajar mengerti dan memahami satu pribadi adalah luar biasa sangat sulit. Bisa membayangkan bagaimana keramaian yang harus dibatasi. Sulit memang, namun dengan memberikan aturan sederhana akan membuatnya sedikit lebih teratur dan terarah.
Hal yang paling menyenangkan untukku adalah masa perkenalan. Dimana mereka paling suka menebak umurku dan terkadang mereka bertanya, miss Rie masih kuliah? Umur berapa? Dan jawaban favoritku, miss Rie masih 17 tahun dan wajah polos itu dengan manisnya percaya. Dan kemudian otak pintarnya bekerja, kapan miss sekolahnya kalo sekarang sudah jadi guru? Wkwkwkwkw nona guru yang usil sepertiku pasti dengan senang hati menanggapinya. Miss Rie ini pintar jadi suka loncat kelas,percaya tidak? Atau miss Rie ini awet muda so masih imut begini hahahahaa *jangan muntah ya xixixixixi*. Namun kepolosan-kepolosan ini mampu menghadirkan tawa yang tidak membuatmu berpura-pura menjadi pribadi yang lain. Terkadang sifat menjengkelkanku keluar dengan begitu sombongnya. Aku akan berdiri menghadap kelas dan menyampaikan pemikiranku dengan bahasa yang mampu dicerna oleh mereka ketika mereka melanggar aturan atau melewati batas kesopanan semestinya.
Hal yang paling menyebalkan adalah membicarakan soal kedisiplinan dalam mengerjakan tugas. Terkadang mereka masih membuatnya dengan sembarangan dan tidak bertanggung jawab sepenuhnya dengan apa yang mereka kerjakan. Terkadang mereka tidak memahami sepenuhnya apa yang mereka bicara. Hal paling tidak aku suka mereka curang dalam mengerjakan tugasnya. Ini menjadi aturan wajib yang aku terapkan di kelasku. Tidak boleh menyontek dalam kasus apapun itu.
Pemahaman adalah hal terpenting dalam pembelajaran yang aku beri jadi aku akan senang melemparkan pertanyaan dan meminta penjelasan mendetail. Tidak bisa dipungkiri terkadang akan terjadi misunderstanding ataupun miscommunication di dalamnya. Contohnya, pada suatu hari di kelas 8, aku melemparkan sebuah pertanyaan dan mendapatkan satu jawaban yang tidak semestinya di berikan pada kepadaku. Namun aku selalu mengajari diriku untuk tidak mengikuti emosi dan egoku sebagai pribadi yang lainnya selain diriku yang kini sebagai guru. Aku selalu mengajari diriku untuk tidak memendam kemarahan dan dendam pada muridku. Jadi aku melemparkan kembali pertanyaan kepada anak ini, karena memang ia tidak memperhatikanku pada saat penjelasan dan jawaban aku dapatkan adalah “terserah kam ja” (terserah kamu saja). Pada saat itu aku terpana mendengar kalimat itu. Aku langsung diam dan menatap tajam kepadanya dan ia dengan wajah tak perduli menatapku seakan-akan ia tidak melakukan kesalahan apapun. Emosiku seakan-akan hendak meloncat dan berteriak.
“Apa kamu bilang? Terserah kam ja? Kamu berbicara sama siapa? Kamu yakin mau terserah miss aja?” tanyaku dan bungkam. Wajah tak perduli itu masih saja tidak perduli. Ia tidak menjawabku. Ia tidak menyangkal ataupun tidak memperbaiki kesalahannya. Aku berharap ia berkata ia tidak berkata padaku. Meskipun aku tahu itu tidak benar at least ia membantah dan mengurangi sedikit kemarahan di benakku. Karena pada saat itu yang berbicara hanya aku dan yang bertanya kepadanya hanya aku dan pandangannya tertuju padaku so bagaimana mungkin ini tidak ditujukan padaku? Namun aku tetap ingin mendengar sebuah penyangkalan.
Aku masih saja tak mampu menahan emosiku dengan baik meskipun aku tidak meledak dan mengeluarkan kata-kata. Aku masih sempat mengurut dadaku dan kebiasaanku berkata-kata pada diriku sendiri pun terlontar di depan dan seorang murid perempuan berkata, sabar miss. Aku memutuskan untuk keluar ruangan sejenak untuk menetralisir rasaku dan mencari udara segar agar otakku bisa bekerja dengan baik. Namun usahaku sia-sia saja. Aku tidak bisa menetralisir rasa marahku dan ini kali pertamanya aku keluar ruangan hanya karena marah dengan satu anak. Satu hal yang paling aku hindari adalah walk out dari ruangan hanya karena satu kesalahan dan memendam dendam setelahnya. Namun kali ini aku tidak bisa. Aku harus keluar sebelum aku menangis di depan puluhan mata itu. Aku berusaha untuk berjalan dengan tenang dan menahan rasaku yang berkecamuk di dada. Aku memasuki kantor dengan tampang yang entah bagaimana. Karena kak Echi berjalan kearahku dan membimbingku ke mejaku. Ia terus saja bertanya ada apa hingga akhirnya tangisku pecah. Ya aku menangis. Satu hal yang tidak pernah aku lakukan sebelumnya dan anak-anak itu tau betapa marahnya aku. Karena aku pernah mengatakan pada mereka jika miss Rie marah dan masih bisa mengomeli kalian maka kemarahan miss Rie ada pada level yang masih bisa di tolerir tapi jangan membuat miss Rie marah sampai menangis karena it tidak baik-baik saja dan ada pada level yang luar biasa. Dan lucky me, ada yang melihatku menangis di kantor. Hal yang tadinya aku hindari untuk di ketahui. Namun ini yang terjadi dan biarlah terjadi.
Dan pada saat yanng bersamaan kak Echi yang tidak tahu bagaimana membuatku berhenti menangis. Karena emosiku yang membuatku menangis dan tak bisa berkata-kata dan mengatakan apa yang terjadi. Ia pun membuatku tertawa dengan memintaku membayangkan gaya seseorang yang kontan saja membuatku tertawa meski pun airmataku beruraian di pipiku. Ia pun berkata, aku baru ketemu ada orang yang nangis dan dalam sekejap mata langsung tertawa seperti kamu.
Hahahaha aku sendiri memang tidak bisa menahan tawaku dengan episode kehidupanku yang ini. Sungguh menakjubkan pembelajaran yang di beri. Komplesitas rasa yang membuat rasamu kacau dan berbaur dengan pembelajran akan pendewasaan agar bisa menjdi dewasa dalam menghadapi masa yang seperti ini. Bukan permintaan maaf yang terpenting pada masa ini. Yang terpenting adalah pemahaman akan pribadi yang kita hadapi dan pribadi kita sendiri. Dimana kembali lagi kedewasaan dan profesionalitas kita dituntut untuk ditingatkan lagi dan lagi. Tidak hanya mengandalkan ego kita yang mungkin saja terluka dan hendak selalu di perhatikan. Sebuah pembelajaran yang bisa saja membuatmu malu karena kalah dengan ego yang seperti itu. Ego yang selalu ada di tempat tertinggi. Mengajariku untuk meminta maaf kembali dan memperbaiki hubungan yang bisa saja menjadi jurang dan tak terjembatani. Dan aku memilih untuk menjadi bagian yang bisa di sentuh dan di dekati lagi. Aku memilih menjadi bagian yang tidak menjauhkan diri dan menerima kesalahan dengan menjadikannya pengingat dan alarm yang tidak bisa diabaikan.
Terima kasih untuk pembelajaran yang telah di beri. Untuk seorang murid yang mampu membuatku menangis. Salut^__^
***