Rabu, 16 September 2009

Tentang tantangan dan kenyataan 2

Dunia yg aku pikir tidak ada trik dan rekayasa. Dunia yg aku pikir tidak tersentuh dgn kepalsuan dan trik politik. Ternyata aku salah besar. Kenyataan itu terpapar nyata dihadapanku. Dadaku sesak. Airmataku hampir saja menderu berteriak dan berkejaran keluar. Hatiku bertanya. Lalu apa yg aku lakukan selama ini? Untuk apa? Lalu untuk ada absen dan penilaian harian jika akhirnya semua lulus demi reputasi sekolah dan nama kota. Aargghh...aku kecewa. Apa yg aku lakukan selama ini terasa sia-sia. Seakan-akan hilang,terhapus dan melayang.
Lalu apa yg kita dapatkan? Kenyataan bahwa inilah dunia yg aku geluti selama ini. Kepalsuan yg nyata hadir diantara kepingan mutiara yg sesungguhnya. Menghasilkan kemalasan dan kebodohan yg tak terkira. Karena anak-anak itu mampu melihat dan menilai dia yg bodoh saja tetap lulus dan ijasah miliknya. Tak perlu jadi rajin dan pandai. Cukup begini saja. Aku terpaku. Idealismeku terkunci dikepalaku dan aku terjebak di tempat itu. Lalu siapa yg perduli pada itu?

Arrggh aku tidak bisa terus disini. Aku tidak mau terjebak lagi disini.

Akhir tahun ajaran, akupun mengundurkan diri. Beberapa guru senior memahami kegelisahan jiwaku akan apa yg telah berlaku dan mereka mau aku tak lagi kembali ketempat itu.

Usai sudah kisahku ditempat itu pada hari itu.

Tentang sebuah tantangan dan kenyataan.

Tahun ajaran baru,saat pembagian tugas mengajar; Aku terpana menatap lembaran surat keputusan kerja milikku. Aku mengajar kelas 3. Kelas 3. Kelas yg akan menghadapi ujian nasional dan diharapkan lulus semua. Oh great. Tentu saja penolakan dariku segera dilayangkan. Tapi sia-sia saja karena penolakanku ditolak mentah-mentah oleh kepsek dgn berbagai alasan. Atas dukungan berbagai pihak,aku pun mengambil tanggung jawab itu. Si nona guru yg tak berpengalaman. Anak baru yg tak tahu menahu tentang seluk beluk kekerasan jaman. Si nona guru yg baru saja ramai dibicarakan karena cinta muridnya. Dengan
begitu saja menggeser guru senior. Untung saja guru-guru seniornya mendukungku dan menyemangatiku. Bahwa aku bisa.

Hari pertama mengajar, detak jantungku berdegup tak berirama. Mungkin karena tak hendak mendapati surat kedua di hari pertama seperti 6 bulan yg lalu. Aku tidak mendapatkan surat cinta tp murid lelakiku bertampang 'n berkelakuan preman. Whoaa aku bergidik membayangkan apa yg terjadi jika mereka mengamuk maka remuklah aku dalam sekali banting hehehehe. Si nona guru yg kecil dan kerap kali disangka murid oleh para wali murid. Tapi aku tetaplah si nona guru yg punya the power u/ menghandle kelasku. Yang bermasalah ya anak-anak IPS. Anak lelaki pada awalnya sudah bertingkah ala preman meskipun tidak semuanya dan beberapa anak perempuan tidak menyukai aturan beretikaku pada mereka.
Sebuah beban moril terpampang diwajahku. Tugasku membuat perubahan kecil. Aku ingin mereka bisa berbahasa inggris. Mereka mengerti tentang etika. Aku mencoba melakukan yg terbaik. Dan apa yg aku lakukan tidaklah sia-sia. Motivasi mereka u/ belajar meningkat. Aku mencoba menyisihkan waktu mengajarku u/ bimbingan konseling. Diskusi terbuka tentang AIDS, HIV,NARKOBA, PERGAULAN BEBAS, SEX, PERCINTAAN dan MASALAH2 KECIL yg mengganggu. Cara ini cukup
efektif u/ memberi pengetahuan tanpa menggurui. Karena mereka menjadi terbuka. Bahkan lagu Jambrud pun dibawa di kelas ini. Aju mendapati ini berjalan baik. Anak-anak ini tidak lagi begitu stres menghadapi ujian dan ini membuatku bersemangat juga.

Tibalah waktu ujian. Aku mendapat tugas mengawas di sma lain. Dan para murid berceletuk. 'Hah beneran guru? Mudanya' hahahaha aku hanya bisa menahan senyum dan malu karena dikomentari begitu. Bukan salahku bukan miliki tubuh kecil dan wajah begini.
Aku baru menyadari telah memasuki dunia yg sebelumnya tak pernah kupahami dan mengerti.